My First Pregnancy: Abortus

Source: Link

Ini adalah postingan pertama saya tentang kehamilan saya. Rasanya masih ragu untuk bercerita mengenai kehamilan yang saya alami di dunia maya karena saya merasa "tabu". Mungkin sebenarnya saya tidak siap misalkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan ke depannya. Tapi, saya mencoba memberanikan diri, itu hanya mitos dan saya juga tidak bermaksud pamer. Saya hanya ingin membagikan pengalaman pribadi saya dan mengasah kemampuan menulis saya :)

Saya menikah dengan suami saya 1 Juli 2017 , kami memang tidak berencana menunda momongan. Satu bulan setelah pernikahan kami saya diberi kepercayaan Alloh untuk hamil. Perasaan bahagia, kaget, bingung campur aduk karena saya sebenarnya tidak menyangka secepat ini. Setelah melihat hasil testpack yang positif, kami putuskan untuk memastikan ke dokter kandungan. Sebelumnya saya mencari informasi kepada teman rekomendasi dokter kandungan di Kendari. Kami memutuskan ke salah satu dokter yang direkomendasikan teman saya. Saat dilakukan USG baru terlihat kantung kehamilan saja karrena memang usia kandungan saat itu baru 4 minggu. Biasanya bakal janin dan detak jantung janin mulai terlihat mulai usia 7 minggu. Saat itu dokter hanya bilang kondisi kandungan saya baik, hanya itu saja, singkat, tidak ada hal lain yang diberitahukan dokter kecuali jika kami bertanya. Tentu saja untuk pasangan baru dan kehamilan pertama kami minim informasi apalagi kami juga tinggal jauh dari orang tua. Sedikit kecewa saya dengan pelayanan yang singkat seperti itu. Entah mungkin faktor antrian pasien yang banyak, atau kandungan saya yang belum terlihat janinnya jadi tidak ada yang bisa dijelaskan kepada kami. Saat itu saya diberi resep asam folat yaitu Folavit.

Bulan berikutnya sekitar akhir September kami melakukan check up kedua. Saat itu usia kandungan 10 minggu. Inginnya saya check up saat usia 8 minggu tapi karena suami sedang tugas ke luar kota jadinya diundur. Kami masih check up di dokter yang sama. Betapa terkejutnya kami ketika di lakukan USG tidak ditemukan detak jantung janin kami. Saat itu saya blank, tidak bisa berpikir, dokter hanya bilang tidak ada detak jantungnya, harusnya usia 10 minggu detak jantung sudah mulai terdengar melalui USG. Dokter menanyakan apakah ada gejala sesuatu, saya bilang tidak ada hanya ada keputihan yang saat itu saya pikir keputihan biasa dan sebenarnya setelah kejadian itu saya menyadari bisa jadi tanda karena flek bercampur keputihan yang tidak saya sadari. Saat suami saya bertanya kemungkinan penyebabnya, dokter hanya menjawab banyak penyebabnya, tidak memberikan penjelasan apapun dan hanya disuruh balik lagi 2 minggu kemudian. Kecewa dengan penjelasan singkat dokter lagi karena menurut saya di saat kondisi seperti itu pasien butuh penjelasan dan support. Saya diberi resep obat penguat kandungan saat itu.

Perasaan sedih begitu saya mendengar berita itu, merasa bersalah karena tidak bisa menjaga kandungan saya. Saya berpikir berulang, mencari informasi di internet penyebab janin saya tidak berdetak. Tapi tidak ada jawaban karena saya merasa memang tidak ada penyebab pasti. Saat kehamilan saya pada waktu itu, pekerjaan saya juga tidak berat, makanan yang saya makan juga biasa saja, tidak ada aktivitas berat yang saya lakukan di rumah. Di saat itu, dukungan suami yang paling menguatkan saya. Suami selalu mendukung dan mengingatkan saya untuk ikhlas.

Menunggu ketidakpastian yang membuat kami galau, akhirnya kami memutuskan mencari second opinion dengan dokter yang berbeda. Dokter kali ini kami cari sendiri karena melihat dokter-dokter lain yang direkomendasikan teman, semuanya antri luar biasa dan mustahil mendapatkan antrian nomor awal. Akhirnya memutuskan ke salah satu dokter yang kebetulan tidak banyak antrianya. Mungkin sebagian orang bertanya-tanya biasanya yang sedikit antrian bukan dokter favorit tapi malah dengan dokter tersebut saya merasa cocok untuk berkonsultasi.

Saat itu selang seminggu dari periksa di dokter pertama dan hasilnya memang sama. Dokter melakukan USG di bawah perut dan USG transvaginal. Meskipun kami sudah tahu dari awal hasilnya akan sama tapi ada perasaan lebih tenang ketika konsultasi dengan dokter tersebut. Dokter menjelaskan faktor-faktor apa saja yang dapat menimbulkan keguguran di usia kehamilan 10 minggu termasuk memang kondisi janin itu sendiri yang lemah. Dokter juga memberikan support sehingga membuat kami lebih tenang. Awalnya dokter memang menyarankan untuk dilakukan kuretase tapi dokter juga memberikan penjelasan bahwa itu tidak harus dilakukan sekarang. Kondisi mulut rahim saya saat itu juga masih tertutup, kondisi janin juga sesuai antara umur dan ukurannya. Menurut penjelasan dokter, janin yang tidak berkembang dengan usia kehamilan muda dapat dengan sendirinya akan keluar karena itu proses alami dari tubuh. Sementara jika kami langsung melakukan kuretase saat itu juga tentu tentu saya harus meminum obat untuk meluruhkan kandungan saya juga. Tidak ada yang tahu kehendak Alloh dan kami masih mengharap mukjizatNya sembari mengikhlaskan diri. Dari penjelasan dokter kami memutuskan untuk membiarkan kandungan saya agar janin keluar secara alami dan dokter mendukung keputusan tersebut.

Kurang lebih seminggu setelah saya check up di dokter kedua saya mengalami flek-flek yang sangat kentara (darah segar). Lalu saya pergi ke tempat praktek dokter lagi untuk memeriksa karena saya sedikit panik. Besoknya saya merasakan perut melilit sepanjang hari dan mulai keluar darah segar. Sampai sebelum magrib saya tahan akhirnya suami saya membawa saya ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit keluarlah seluruh darah, bidan segera menangani saya membersihkan rahim. Di situlah janin dan plasenta keluar, saya melihat tubuh janin saya yang sudah memiliki bakal tangan, kaki, mata. Perasaan haru yang tidak bisa saya ungkapkan, saya saat itu sudah dalam keadaan ikhlas, karena selama dari awal kami mendapat kabar tersebut disitulah kami berproses untuk ikhlas sehingga ada akhirnya saat janin keluar ada perasaan lega karena kami telah melaluinya. Namun, karean belum semua jaringan di rahim bersih keesokan harinya dokter melakukan kuretase untuk membersihkan rahim saya. Suami saya selalu mendampingi saya selama tindakan dan dokter memang selalu menyarankan agar suami selalu mendampingi. Tidak sakit sebenarnya selama proses tersebut tapi perasaan takut karena ada benda asing yang masuk ke lubang vagina kita yang membuat kita seperti merasakan sakit. Malam setelah kuretase saya sudah diperbolehkan pulang oleh dokter dengan catatan memang saya sudah tidak mengalami pendarahan banyak lagi.

Malam saat saya masuk ke rumah sakit memang sudah banyak teman saya yang menjenguk, dengan kondisi tersebut memang saya belum siap untuk bertemu banyak orang sehingga rasanya ingin menangis jika melihat banyak orang. Tapi sehari setelahnya saya mulai terbiasa, tersenyum menyambut mereka dan terbiasa mendengar orang bertanya penyebabnya apa, menerka-nerka sendiri penyebabnya. Mungkin orang hanya mencoba bersimpati dengan mengatakan jangan capek-capek, kemarin minum air kelapa ya, makan ini makan itu. Mungkin mereka menanyakanya tidak langsung kepada saya tapi saya mendengarnya. Awalnya saya sempat kesal dan menceritakan kekesalan saya kepada suami. Saya merasa terpojokkan, tanpa mereka menerka-nerka penyebabnya pun saya sudah sangat merasa bersalah. Tapi suami saya selalu mengingatkan untuk tidak memikirkan hal tersebut dan selalu ingat bahwa anak titipan dari Alloh. Setelah keluar dari rumah sakit saya diminta bedrest oleh dokter dan belum boleh melakukan aktivitas berat karena dapat memicu pendarahan. 

Dari pengalaman saya tersebut saya menyadari kondisi seorang wanita yang mengalami keguguran ataupun kehamilan butuh support dari lingkungannya. Butuh empati dari lingkungannya bukan menghakimi. Mungkin tipikal kita sampai tidak ada kalimat lain yang dapat kita ucapkan untuk menunjukkan simpati dengan menanyakan hal-hal yang sensitif buat mereka. Mereka sedang menguatkan diri mereka untuk mengikhlaskan semuanya jangan kalian goyahkan lagi.

Saya juga menyadari bahwa dari hal tersebut kita tahu betapa pedulinya pasangan kita, selalu mendukung, mengingatkan kita, bersama menerima dengan ikhlas takdir kita tanpa menyudutkan.
Akhirnya setelah kosong kurang lebih 3 bulan, Alloh memberikan kepercayaan kepada saya kembali untuk memiliki keturunan. Kehamilan saya sekarang menginjak bulan ke-4 dengan aktivitas aktivitas, makanan, minuman yang sama dengan kehamilan sebelumnya. Saya tidak bermaksud sombong bahwa saya bisa melakukan apapupn, makan dan minum apapun. Tapi saya hanya ingin merubah pola pikir. HAMIL tidak sama dengan ORANG SAKIT. Saya termasuk bukan orang yang menganut mitos walaupun mungkin orang-orang tua mengatakan hal-hal yang dilarang. Tetapi, selama saya dapat penjelasan logis alasannya dan secara medis juga ada penjelasannya pasti saya secara nalar memutuskan akan saya percaya atau tidak. Kenapa? Karena setiap kehamilan itu unik, setiap wanita mengalami masa-masa kehamilan yang berbeda-beda, mungkin ada yang semasa hamil bekerja keras dengan fisik namun masih sehat saja janinnya, ada yang selama kehamilan mual lemas, ada juga yang segar, bugar selalu bersemangat. Menurut saya selama kita mengenali tubuh kita selama kehamilan kita akan tahu batasan kita. Bukan berarti kita menjadi manja tidak mau melakukan apapun saat hamil padahal kita sehat atau kita memaksakan diri untuk melakukan segalanya padahal fisik kita tidak mampu. Mengutip dari Bidan favorit saya di instagram "Knowledge is Power".

Happy Pregnancy,
See you on my next post :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Skincare Marketing

[Review] Tony Moly Shiny Foot Peeling Liquid